Kalau kamu adalah seorang penjelajah X (dulu Twitter) untuk mencari narasi-narasi crypto yang sekiranya akan booming di 2024, niscaya kamu akan menemukan 4 hal. RWA (Real World Asset), restaking, modular blockchain adalah 3 yang paling sering disebut. Narasi lainnya adalah gameFi, spatial computing, dll yang tidak bisa saya sebutkan semua disini.
Karena keterbatasan kapasitas otak saya, saya hanya tertarik (untuk saat ini) pada beberapa narasi saja, terutama restaking.
Seperti namanya, restaking essentially men-stake kembali ETH yang sudah di-stake (seperti stETH, cbETH, rETH, dll). Nah, ETH staking ini sebenarnya seperti menitipkan ETH yang kita punya ke pihak ketiga, seperti Lido, Coinbase, dll. Secara proses, hampir mirip-mirip seperti deposito tapi jauh lebih likuid. So, that’s why stETH, cbETH, dll itu disebut LST atau Liquid Staking Token (dulu disebutnya LSD atau Liquid Staking Derivative).
Kenapa orang-orang mau menyerahkan ETH mereka ke third-party? Mari kita bedah lebih dalam.
Tentang Ethereum Staking
Ini mungkin amat basic, tapi izinkan saya menuliskannya di sini.
Ethereum sederhananya adalah Bitcoin namun dengan tambahan fungsi smart contract. Ini artinya kita bisa melakukan jauh lebih banyak hal jika dibandingkan dengan di jaringan Bitcoin (but recently, ada yang namanya Bitcoin L2 dan inscription bisa tidak valid beberapa waktu mendatang). Perbedaan mendasar lainnya dengan Bitcoin adalah Ethereum “dijagain” via mekanisme PoS atau Proof of Stake, sedangkan Bitcoin via PoW atau Proof of Work.
Bagaimana maksudnya?
Jadi gini. Sebagai sebuah jaringan yang terdesentralisasi, secara alami akan banyak terjadi fraud atau transaksi bodong, lah istilahnya. Cara mencegah supaya hal ini tidak terjadi adalah sebuah transaksi harus disetujui terlebih dulu oleh semua pemangku kepentingan (dalam hal ini disebut validator). Nah, aktivitas untuk mencapai agreement itu disebut mechanism consensus.
Untuk Ethereum, mechanism consensus-nya adalah proof of stake. Ini artinya, setiap validator harus men-stake (mirip-mirip seperti mendepositkan atau mendelegasikan) ETH untuk menjaga jaringan Ethereum tetap secure. Supaya menarik, setiap validator yang men-stake ETH yang mereka punya akan mendapatkan reward sebesar APR 3.5%. Cukup menggiurkan, bukan?
Betul sekali. Tapi tidak semua orang bisa melakukannya. Pasalnya, dibutuhkan minimal 32 ETH untuk menjadi validator (di luar sebuah server yang menyala 24/7). Ini sekitar $77,689.51 atau Rp1,215,036,745 (asumsi ETH/USD 2425 dan USD/IDR 15640)!
Fyi, karena reward-nya didistribusikan secara merata, semakin banyak ETH yang di-stake, semakin kecil APR-nya. So, untuk merasakan reward yang diberikan, stake lah ETH yang lebih banyak. Kalau kamu “cuma” punya 32 ETH sih kayaknya tidak berasa ya haha.
Kelemahan lainnya adalah saat ETH dalam posisi di-stake di validator, ETH tersebut essentially menjadi “worthless” alias tidak bisa diapa-apakan.
Imagine kamu punya 32 ETH (amin paling serius) dan menjadi validator. Udah dapat reward-nya kecil, tidak ada aktivitas ekonomi pula yang bisa dilakukan dari ETH itu. Dari permasalahan ini, munculnya sebuah solusi yang namanya LST atau liquid staking token tadi.
LST: deposito tapi likuid
Ini mungkin analogi yang tidak benar-benar amat, tapi saya lebih memilih mendefinisikan LST/likuid staking token dengan deposito tapi likuid.
Di traditional finance, kalau kamu mendepositokan uangmu ke bank, kamu akan mendapatkan bunga yang lebih besar daripada di tabungan biasa. Ini karena bank akan lebih leluasa menggunakan uangmu untuk men-generate revenue sebagai pinjaman, dll. Bunga ini variatif tapi tergantung berapa lama kamu membiarkan bank me-lock uangmu. Intinya, semakin lama uangmu di-lock, semakin besar juga bunga yang kamu dapat. Kerugiannya adalah selama proses ini, kamu tidak bisa mengakses likuiditas dari uang yang kamu depositokan (bisa-bisa aja sih tapi kamu akan kena penalti dan tentu saja bunga yang kamu dapat nanti akan lebih rendah).
LST sendiri sebenarnya mirip. Menggunakan LST sama dengan mendepositkan ETH yang kamu punya ke sebuah protokol pihak ketiga. Salah satu protokol LST terbesar adalah Lido.
Seperti yang sebelumnya dijelaskan di atas, semua orang yang ingin menjadi validator wajib men-stake minimal 32 ETH. Dengan Lido, kamu bisa menjadi “validator bayangan” dengan nominal berapa pun. Kamu hanya perlu “mendepositkan” ETH yang kamu punya ke Lido dan Lido akan mendistribusikannya lagi ke validator yang sudah menjadi rekanan mereka.
So, kamu tetap akan mendapatkan staking reward (minus 10% untuk fee Lido) untuk setiap ETH yang kamu stake. Per tulisan ini di-publish, staking APR Lido adalah 3.3%.
Selain lowering barrier of entry, men-stake ETH di Lido itu juga likuid. Artinya kamu bisa mengekstrak economic value selama ETH yang kamu punya di-stake. Deposito jelas tidak bisa begini.
Well, sebenarnya bisa, sih via pinjaman beragunan deposito. Cuma terhalang beberapa keterbatasan. Setahu saya, bunga pemberi pinjaman mesti sama dengan bank tempat uangmu didepositokan. Let me know kalau bisa beda bank, ya.
Di Lido, kalau kamu men-stake ETH, kamu akan mendapatkan stETH dengan ratio 1:1. Misalnya kamu stake 5 ETH, kamu akan dapat 5 stETH. Nah, stETH ini likuid, yang artinya bisa kamu pakai jadi collateral atau bahkan ditukar dengan token lain di protokol-protokol lain.
Fyi, ada sedikit catatan yang mesti kamu perhatikan terkait dengan stETH ini (termasuk untuk stToken lain misalnya stSOL untuk staked Solana):
- stETH adalah rebasable token ~ stETH akan di-rebase daily, artinya stETH yang kamu punya akan bertambah jumlahnya sesuai interest rate-nya
- 1:1 ratio via Lido ~ mirip stablecoin, 1 stETH akan selalu sama dengan 1 ETH, hanya jika dilakukan issuer-nya, yaitu Lido. Jika di-trade di tempat lain (seperti di Curve, dll), akan slightly different tergantung depth dan liquidity stETH-ETH.
- Not supported by some dApps ~ karena jumlahnya tidak konstan, beberapa protokol DeFi tidak mendukung stETH. Solusinya, Lido menciptakan wstETH. Ini adalah sebuah stETH yang “dibungkus” sedemikian rupa sehingga jumlahnya konstan tapi harganya yang berubah-ubah.
Lido hanya salah satu protokol LST. Masih banyak nama-nama lain seperti Coinbase, Rocket Pool, dll. Di 2024, kita akan menemui narasi baru yaitu LRT/Liquid Restaking Token.
LRT: hottest narrative in 2024 (?)
OK. Ini sudah sampai 900+ kata tapi kita baru sampai soal LST. Kalau kamu sudah lelah, gapapa. Tutup aja halaman ini dan nonton Netflix. Tapi kalau masih mau lanjut, here we go.
Sebelum membahas soal LRT/Liquid Restaking Token, kita bahas dulu soal konsep restaking. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh Eigen Layer. Eigen Layer sendiri adalah protokol middleware yang dibangun di atas jaringan Ethereum.
Di website resminya, Eigen Layer menyebut diri mereka sendiri sebagai “a general-purpose marketplace for decentralized trust.” Kalau ini sulit dipahami, that’s okay karena saya pun juga begitu. Tapi singkatnya, Eigen Layer mengizinkan sebuah ETH di-stake untuk “menjaga” trust atau security dari protokol lain, bahkan untuk non-EVM (Ethereum Virtual Machine).
Mari kita bedah lebih dalam. Ketika kamu trading via dex misalnya, sebenarnya ada dua komponen disini: protokol dan dApp. Protokolnya adalah Ethereum dan dApp-nya adalah Unisiwap (atau 1inch, dll). Kedua komponen ini terhubung oleh yang namanya EVM atau Ethereum Virtual Machine.
Dengan semakin berkembangnya ranah blockchain dan web 3, jadi ada macam-macam protokol dan dApp. That means mereka harus menjaga security/trust mereka sendiri, dan itu mahal banget.
Secure tidaknya sebuah dApp itu tergantung blockchain-nya. Secure tidaknya sebuah blockchain itu tergantung seberapa besar TVL/Total Value Staked-nya kalau consensus mechanism-nya adalah PoS. Di ranah ini, Ethereum jelas yang paling aman karena TVL-nya adalah $37.83 miliar. Ini berarti bad actor mesti mengeluarkan $18 miliar lebih kalau mau “memalsukan” transaksi di Ethereum.
Well, bedakan ini dengan hack-hack yang terjadi di dApp karena hal itu very likely karena smart contract-nya, bukan jaringan Ethereum-nya:)
Nah, bagaimana kalau ada cara untuk memanfaatkan Ethereum yang secure ini tanpa harus menggunakan Ethereum? Caranya adalah dengan restaking.
Dengan restaking, kita bisa me-reuse Ethereum, either native atau pun yang udah di-staked, untuk menjaga security protokol lain. Inilah yang dilakukan Eigen layer. Jadi nantinya para developer tidak perlu pusing-pusing memikirkan aspek security. Cukup bangun aplikasi on top of Eigen layer dan mereka sudah mendapatkan jaminan security yang sama persis seperti Ethereum even tanpa harus EVM compatible. Lebih mudah dan murah.
Then comes what’s so called LRT. Dari sini, kamu seharusnya udah bisa menduga arah ceritanya. ETH dan staked ETH (stETH, cbETH, dll) yang di-restake di Eigen layer sayangnya tidak punya nilai ekonomi. Asset tersebut ga bisa diapa-apakan, unless kalau kamu menggunakan LRT.
LRT secara sederhana adalah LST but for Eigen layer. Karena masih baru, baru ada 3 protokol yang “bermain” di sektor ini:
- Ether.fi ~ eETH
- KelpDAO ~ rsETH
- Renzo Protocol~ ezETH
Saya tidak melihat perbedaan yang terlalu signifikan di antara ketiganya. Tapi saat tulisan ini di-publish, eETH adalah pemiliki TVL terbesar dengan $937 juta sementara rsETH $371 juta dan ezETH $255.27 juta.
Lalu kenapa orang-orang mau menyerahkan/mendelegasikan ETH mereka ke ketiga protokol itu?
Simply karena ada insentif. Bayangkan, hanya dengan punya ETH aja, kamu bisa dapat dua keuntungan: insentif dari LRT dan dari Eigen layer itu sendiri. Walaupun sekarang bentuk insentifnya bukan token tapi points, orang-orang tetap excited karena ini seperti catching two birds with one stone. Or three birds kalau kamu restake pakai LST.
Comes with risk
Walaupun revolusioner, restaking dan Eigen Layer datang bukannya tanpa resiko. More complexity, more yield, more risk to bear. Ini udah jadi unspoken rule di dunia keuangan. So, apa saja resikonya?
- Single point of failure ~ saat ini, semua protokol LRT “menggantungkan” harapannya pada keberhasilan Eigen Layer. Selain itu, Eigen Layer adalah pihak yang diberi credential untuk melakukan withdrawal credentials dari para ETH stakers. Coba bayangkan kalau ada bug yang di-exploit oleh hacker? Ini bakal jadi bencana sistemik.
- Centralization risk ~ Eigen Layer menginzinkan ETH menjaga security blockchain lain. Ini adalah fitur luar biasa sekaligus meningkatkan sentralisasi ekosistem blockchain ke Ethereum. Imagine kalau misalnya Ethereum down. Panik banget pasti.
- Yield risk ~ seperti yang tadi sudah disinggung di atas, orang-orang mau mendelegasikan ETH mereka untuk securing Eigen Layer karena “dijanjikan” insentif. Ini berarti orang-orang akan memilih protokol LRT yang menjanjikan reward tertinggi. Ini juga nantinya berhubungan dengan resiko nomor 2 karena akan semakin tersentraslisasi dan terfokus ke protokol/validator tertentu saja.
- Slashing risk ~ seperti namanya, slashing artinya adalah “memotong” ETH yang di-stake sebagai bentuk penalti kepada validator yang bertindak tidak semestinya. Mekanisme ini memaksa validator untuk selalu bertindak sesuai aturan. Tapi Eigen Layer bukan Ethereum. Sebagai protokol baru, Eigen Layer bisa saja mengorbankan kondisi hal ini demi menarik capital yang lebih lagi.
In fact, Vitalik ssendiri pernah menulis concern-nya terkait Eigen Layer dan restaking di blog post-nya di sini.
Sebagai penutup, restaking dan Eigen Layer definitely merevolusi ekosistem blockchain secara umum dan Ethereum secara khusus. Pun kalau kamu ingin mendapatkan ROI X5++ di 2024, narasi ini jelas tidak boleh dilewatkan. But again, keep in mind kalau semua itu datang dengan resiko yang bisa saja menjadi sistemik.
Leave a Reply